PENGERTIAN INSTRUCTIONAL
EFFECT DAN NURTURANT EFFECT
Secara
umum tujuan pembelajaran itu ada dua yaitu instructional effect dan nurturant
effect. Instructuional effect yaitu tujuan yang ingin dicapai melalaui
pembelajaran tertentu biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan nurturant effect yaitu tujuan pembelajaran yang lebih merupakan hasil
sampingan dari hasil pembelajaran, tercapainya karena siswa menghadapi sistem
lingkungan belajar tertentu misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat
terbuka menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin dan sebagainya karena
siswa menghayati pengalaman diskusi kelompok atau diskusi kelas.
Menurut
Sudirman (1987:92), dalam pemilihan metode mengajar harus mengandung dampak
langsung (Instuctional effects atau tujuan instruksional) dan dampak
penyerta/pengiring (nurturant effects atau tujuan pengiring). Pendekatan dan
strategi pengelolaan kelas sebagai bagian dari proses dalam kegiatan belajar
mengajar memiliki efek atau dampak terhadap peningkatan prestasi belajar, baik
dampak langsung maupun dampak tidak langsung.
Prestasi/keberhasilan
belajar ini bukanlah semata-mata keberhasilan dari segi kognitif dan psikomotorik
saja, akan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain, seperti aspek afektif. Pengevaluasian
satu aspek saja akan menyebabkan pengajaran kurang memiliki makna yang bersifat
komprehensif. Ketiga aspek ini merupakan unsur-unsur pendukung hasil/prestasi
belajar. Dikatakan terdiri dari berbagai aspek pendukung, sebab kalau kita
kembalikan pada istilah pendidikan itu sendiri sangatlah kompleks, yaitu
meliputi seluruh pembahasan tingkah laku, baik cita, rasa, dan karsa. Berikut
akan dijelaskan lebih rinci mengenai dampak strategi manajemen kelas dalam
pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa:
a.
Dampak
Langsung (Instuctional effects atau Tujuan Instruksional)
Menurut
Sudirman (1987:94) dampak langsung adalah tujuan yang secara langsung akan
dicapai melalui pelaksanaan program pengajaran (satuan pelajaran) yang
dilaksanakan guru setelah selesai suatu pertemuan peristiwa belajar mengajar. Hasil
yang akan dicapai biasanya berkenaan dengan Cognitive Domain (pengetahuan) dan
psycho-motor domain (keterampilan). Kedua domain ini bisa diukur secara
kongkrit, pasti, dan karenanya dapat langsung dicapai ketika itu.
Hasil yang
dirumuskan dalam tujuan instruksional dan ingin dicapai melalui proses
belajar-mengajar (pertemuan), tidaklah dapat dicapai seluruhnya secara langsung
dan dapat diukur dengan mudah, karena hasilnya tidak selalu dalam bentuk yang
nyata dan secara pasti dapat dinyatakan telah dimiliki (dikuasai) siswa
sepenuhnya. Akan tetapi hasil belajar itu ada yang bersifat konkrit dan secara
pasti dapat dinyatakan telah dimiliki (dikuasai) siswa.
Dalam kegiatan
belajar mengajar guru menggunakan strategi-strategi dalam menciptakan dan
mempertahankan kelas agar kondisi tetap kondusif dan menyenangkan. Hal ini
merupakan suatu upaya guru dalam meningkatkan hasil/prestasi belajar siswa dan
akan memberikan efek langsung terhadap keberhasilan belajar siswa yang
berkenaan dengan pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik).
1.)
Tipe
Prestasi Belajar Bidang Kognitif
Tingkatan-tingkatan
tipe hasil belajar bidang kognitif mencakup: (a) Pengetahuan (knowlage):
Pengetahuan ini mencakup aspek-aspek faktual dan ingatan (sesuatu hal yang
harus diingat kembali); (b) Pemahaman (comprehention): Pemahaman memerlukan
kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep; (c) Penerapan
(Aplikasi): Tipe prestasi belajar ini merupakan kesanggupan menerapkan dan
mengabstraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum, dalam situasi yang
baru; (d) Analisis: Tipe prestasi belajar analisis merupakan kesanggupan
memecahkan, menguraikan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian
yang mempunyai arti. Analisis merupakan tipe prestasi belajar yang kompleks,
yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan,
pemahaman dan aplikasi; (e) Sintesis: Sintesis merupakan lawan analisis.
sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur-unsur atau baian menjadi satu
integritas. Sintesis juga memerlukan hafalan, pemahaman, aplikasi dan analisis.
Melalui sintesis dan analisis maka berpikir kreatif untuk menemukan sesuatu
yang baru (inovatif) akan mudah dikembangkan; (f) Evaluasi: Kesanggupan
memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgmen yang dimiliki
dan kriteria yang digunakannya. Tipe prestasi belajar evaluasi tekanannya pada
pertimbangan pada sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan
menggunakan kriteria tertentu. Untuk melakukan evaluasi diperlukan pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis dan sintesis.
2.)
Tipe
Prestasi Belajar Bidang Psikomotorik
Tipe prestasi
ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak
seseorang. Adapun tingkatannya Menurut Sudirman (1987:88) meliputi: (a) Gerakan
refleks (keterampilan pada gerakan yang sering tidak disadari karena sudah
merupakan kekuasaan); (b) Keterampilan ada gerakan-gerakan dasar; (c) Kemampuan
perspektual termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motorik,
dan lain-lain; (d) Kemampuan dibidang fisik: kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan; (e) Gerakan-gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai dari
keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; (f) Kemampuan
yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan
interpretatif.
b.
Dampak
penyerta/pengiring (nurturant effects atau tujuan pengiring)
Dampak
pengiring adalah hasil pengajaran yang sebaiknya dirumuskan agar lebih jelas
dan terarah dalam program pengajaran (satpel) karena hasil ini tidak perlu
langsung dicapai ketika selesai suatu pertemuan peristiwa belajar mengajar,
tetapi diharapkan hasilnya Akan berpengaruh kepada siswa dan akan mengiringi
atau menyertai belakangan, mungkin masih memerlukan waktu atau tahapan-tahapan
pertemuan peristiwa belajar mengajar selanjutnya. Biasanya dampak pengiring ini
berkenaan dengan effective domain (sikap dan nilai).
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dampak pengiring itu berupa hasil yang tidak
langsung diukur dan tidak pasti dicapai ketika berakhirnya suatu pertemuan
peristiwa belajar mengajar. Hasil itu dapat berupa: (1) sikap dan nilai; (2)
hasil dimana siswa menjadi modelling (dapat meniru), contagion (tertulari),
osmosis (dirembesi) tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari kondisi
belajar, baik yang diprogram oleh guru maupun yang tidak diprogram oleh guru.
Hasil dalam
bentuk abstrak dan sulit sekali secara pasti dinyatakan langsung dimiliki
(dikuasai) siswa setelah berakhirnya suatu pertemuan. Namun yakin akan
mempengaruhi atau ada hasilnya pada siswa, baik sebagian maupun seluruhnya
menyertai atau mengikuti hasil (tujuan) yang langsung dicapai ketika itu
(dampak langsung), mungkin juga masih memerlukan waktu atau beberapa pertemuan
peristiwa belajar mengajar selanjutnya untuk lebih memantapkan hasilnya, itu
sebabnya hasilnya disebut dampak pengiring.
Strategi-strategi
yang dilakukan, sebagai upaya guru dalam meningkatkan keberhasilan belajar
dalam pembelajaran juga memberikan dampak yang menyertai dan mengiringi
hasil/prestasi belajar, walaupun hal itu melalui waktu dan tahapan tertentu.
Dampak tidak langsung yang ingin dicapai itu berkenaan dengan prestasi sikap
dan nilai (afektif). Ada kecenderungan bahwa prestasi belajar bidang afektif
kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru cenderung lebih memperhatikan
atau tekanan pada bidang kognitif semata. Tipe prestasi belajar bidang afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti atensi atau perhatian
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman,
kebiasaan belajar, dan lain-lain. Meskipun bahan pelajaran berisikan bidang
kognitif, tetapi bidang afektif harus menjadi bagian integral dari bahan
tersebut, dan harus tampak dalam proses belajar dan prestasi belajar yang
dicapai. Tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar
mencakup: (1) Receiving atau attending Yakni kepekaan dalam menerima rangsangan
dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah, situasi, dan
gejala; (2) Responding atau jawaban Yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap
stimulus yang datang dari luar; (3) Valuing (penilaian) Yakni berkenaan dengan
penilaian dan kepercayaan tarhadap gejala atau stimulus; (4) Organisasi Yakni
pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk menentukan
hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, priorita nilai
dimilikinya; (5) Karakterstik internalisasi nilai Yakni keterpaduan dari semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian
dan perilakunya.
Tipe-tipe
prestasi belajar seperti yang dikemukakan di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
selalu berhubungan satu sama lain. Dalam proses belajar-mengajar di sekolah
misalnya, seorang siswa secara kognitif dalam mata pelajaran bahasa inggris
baik/bagus, tetapi dalam segi afektif dan psikomotor kurang baik, sehingga
banyak diantara mereka yang tidak bisa mempraktikkan/bicara menggunakan bahasa
inggris secara baik. Dalam pengelolaan kelas akan tampak peraturan dan tata
tertib sebagai faktor penunjang dalam proses pembelajaran. Namun demikian
kondisi tertib yang ditanamkan hendaknya diusahakan agar merupakan
langkah yang diterima oleh siswa. Dengan adanya pengembangan potensi-potensi
yang ada di dalam kelas dan dilingkungan sekolah, maka akan tercipta situasi
kelas dan sekolah yang kondusif. Menurut Carrol bahwa semua anak mampu belajar
dan juga mau belajar, memang pada dasarnya kemampuan anak berbeda, tetapi
apabila kepada mereka diberi layanan yang sesuai dengan keadaan masing-masing,
maka hasilnya akan sama. Benjamin S. Bloom menanggapi pendapat ini dengan
pentingnya penciptaan suasana kelas untuk memenuhi kondisi belajar yang
kondusif. Dari titik tolak kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa kondisi
belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dan menentukan keberhasilan
belajar anak.
Dalam proses
pembelajaran yang ada di sekolah, keadaan dan suasana kelas, maupun lingkungan
masyarakat sekolah mempunyai kedudukan penting dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dan berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Manajemen kelas
menjadi bagian manajemen pendidikan di sekolah. Tanpa adanya penciptaan
lingkungan belajar yang kondusif, pemanfaatan sarana secara maksimal, menjaga
keterlibatan siswa, dan penguasaan kelas dalam penyampaian materi, maka
pembelajaran tidak dapat terlaksana secara efektif dan efisian. Hal ini yang
akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa
Terima kasih...
ReplyDeleteArtikelnya Sangat bermanfaat...
Tetap semangat untuk berkarya...
Salam Komukote
syukran!!
ReplyDeleteartikael yang sya cari, mohon izin copas
Terimakasih,
ReplyDeletemengapa asesmen atau penilaian harus diarahkan pada 2 aspek hasil yaitu instructional effect dan nurturant effect? berikan alasan dan juga contohnya.. terimakasih
ReplyDeleteTerima kasih sdh sharing.
ReplyDeleteArtikel bagus. Sejak adanya pembahasan Instructional effect dan Nurturant effect saya berpikir sangatlah penting bagi guru dalam menyajikan pembelajaran yang mampu membentuk push effect. Analoginya begini, ketika bayi dilatih untuk berjalan maka dampak pengiringnya adalah melatih keseimbangan dan kekuatan otot. Ketika si bayi menjulurkan tangan dan minta digandeng lagi untuk berjalan, si orangtua hanya memberikan ajakan penyemangat tanpa menyentuh meski si bayi menangis. Naluri alamiah manusia berjalan tegak serta diawali dilatih berjalan tegak serta adanya "pembiaran" dari orangtuanya maka terbentuklah push effect untuk berupaya berdiri dan melangkah sendiri.
ReplyDelete